Terimakasih Satpol PP dan WH Banda Aceh


Saya memang ingin menjadi dosen. Alhamdulillah, Januari lalu, saya dinyatakan lulus CPNS dengan formasi Dosen Asisten Ahli di Univ. Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh. Walau pada saat studi S1-S2, saya hanya berpikir untuk menjadi dosen di UIN Ar-Raniry di kota yang sama atau Univ./perguruan tinggi (PT) lain di bawah naungan Kemenag. Mengingat latar belakang pendidikan saya adalah Syariah, jadi hanya PT dibawah naungan Kemenag yang bisa saya incar.

Disisi lain, kenapa saya tidak berpikir (sebenarnya ingin) untuk menjadi dosen di Unsyiah, karena saya menganggap Unsyiah memiliki standar tersendiri yang bagi saya pribadi belum mumpuni. Seperti penguasaan bahasa asing dan sebagainya. Apalagi terdapat poin penilaian pada tahap wawancara adalah pengalaman kerja, dan saya hanya sebagai staff kantoran yang tak tersentuh dunia akademisi. Sedangkan peserta lain memiliki latar kerja yang menjual, ada praktisi bank syariah, dosen kontrak dan ada yang telah menulis buku tentang Ekonomi Islam. Ini yang membuat saya kurang yakin, bisa menjadi bagian dari Unsyiah.

Tapi kalau bicara Qadarullah, saya bersyukur, yakin dan paham betul, bahwa saya lulus sebagai dosen bukan karena saya berjuang sendiri, ada orang-orang terbaik, lingkungan terbaik, yang senantiasa men-support saya untuk menambah keyakinan bahwa saya bisa menyisihkan para pesaing untuk memperoleh satu kursi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unsyiah, prodi Ekonomi Islam (EKI). Terimakasih saya ucapkan kepada Orangtua, Istri, anak saya Zainab, keluarga saya dan tak lupa Keluarga Besar Satpol PP dan WH Kota Banda Aceh, tempat saya berkarir sebelum resign tepat ditanggal 31 Mai 2019 lalu, juga memiliki peran tersendiri dalam perjuangan saya untuk menjadi dosen.

Bukan kantor megah, tapi dari kantor inilah Banda Aceh bisa tertib PKL, meminimalisir pembuat maksiat dan Banda Aceh jadi Kota yang nyaman. (Kantor Satpol PP/WH BNA, foto: Khaira)
Saya berkerja di Satpol PP dan WH selama 5 tahun 1 bulan. Dalam kurun waktu ini pula, saya pernah merasakan berkerja di 3 bidang berbeda, yakni sebagai Petugas Lapangan (awal masuk Satpol), Asisten Penyidik hingga Asisten Bendahara. Disetiap bagian punya kisah yang berbeda. Kita juga mesti memiliki mental dan fisik yang baik agar siap dengan cibiran, umpatan, ancaman dan mulut mesti ditutup rapat karena banyak aib dari para pelanggar (khususnya pelanggar syariat).

Cibiran atau sumpah serapah menjadi santapan rutin terutama bagi petugas lapangan. Sebutan PKI atau Belanda alias penjajah sering kami terima. Pengusir orang mencari rezeki juga disemat. Diperparah ketika media yang memberitakan satu sisi tanpa mengecek apa yang telah dilakukan oleh petugas sebelum dilakukan penyitaan, pembongkaran, atau penertiban. Ini berakibat buruk bagi nama baik Satpol PP dan WH. Padahal, segala yang dilakukan sesuai dengan aturan. Tindakan yang dilakukan juga bukan tanpa peringatan sebelumnya. Imbauan untuk tidak berjualan di atas trotoar, di badan jalan  atau tempat terlarang lainnya telah diberikan baik lisan maupun melalui surat. Sekali dua kali? Tidak...! Bahkan puluhan kali. Maka wajar, tindakan dilakukan.

Jangan tetiba ada foto petugas menyita ikan, viral, dan langsung ambil kesimpulan bahwa satpol PP tak berhati? Jika kalian berpendapat demikian, saya sarankan untuk magang 2 bulan di Satpol PP dan WH, biar semuanya jelas, apa yang diviralkan, tak sesuai dengan kenyataan.

Ini penertiban. Kalau santun begini, jarang viral
Tetap santun, walau diluar masih saja ada yang anggap Satpol PP/WH negatif
Saya salut dengan mereka, petugas lapangan. Separah apa mereka dihujat, dicaci, terkadang diancam, mereka tetap (mencoba) sabar dan tenang.

Oya... jika bicara tentang ancam-mengancam, saya pernah mengalaminya ketika saya ditugaskan sebagai Asisten Penyidik (Asdik). Siapa yang mengacam? Dia salah seorang anak Punk, yang berbadan tegap, kulit hitam, rambut tak karuan.

"Kau jangan sok hebat, aku tanda muka kau. Aku tunggu kau, aku ajak kawan aku. Aku cincang-cincang kau kalau jumpa." Kurang lebih itu yang dia katakan. Suaranya lantang, mata melotot dan kursi kayu telah diangkat. Siap diterbangkan ke atas saya. Untung, petugas lain yang mendengar kegaduhan sigap mengantisipasi. Kalau nggak... uh... wallahu'alam. Padahal, saya hanya melarangnya untuk tidak merokok. Ini menjadi momen terseram selama saya di Satpol.

Selain ancaman, melihat orangtua manangis/bertengkar karena kelakuan anaknya, perselingkuhan, nikah sirih, para PSK, orangtua yang menganggap sepele anaknya khalwat (dengan alasan masih muda), Mahasiswi yang jual diri via Sosmed, Mucikari, "Ayam Kampus," LGBT, pelaku zina, khamar dan lainnya menjadi pemandangan yang kerap didapati.

Kejadian lucu juga ada. Bagi saya pribadi, saya pernah menangani pelanggar yang pura-pura kesurupan. Sempat dibuat syok dan takut, tapi yang namanya acting, tak bertahan lama. Ntah apa yang dipikirkan. Mungkin dengan kesurupan, bisa bebas dari pemeriksaan.

Ada juga, sebut saja "Si Dia," kerja sebagai resepsionis disalah satu hotel di Banda Aceh. Si dia melanggar salah satu Qanun Syariat Islam dan kasusnya ringan. Saat saya melakukan pembinaan, si dia meminta saya untuk menikahinya dengan alasan agar si dia dapat berubah menjadi lebih baik. Duh... ada ada saja...

Sekelumit aktivitas sebagai Asdik saya nikmati. Banyak pelajaran hidup yang saya dapatkan, tapi... seiring waktu, gelisah mulai terasa. Takut, aib dari para pelanggar yang saya ketahui terceritakan ke orang-orang. Saya berharap dalam do'a, "Jika saya bukanlah orang yang bisa menjaga aib, mohon Ya Allah, pindahkanlah saya dari staff Asisten Penyidik ke staff lain."

Eits... gayung bersambut!!!

Tak berselang lama, mungkin berselang 1 atau 2 minggu, saya dipanggil oleh pimpinan dan beliau memberitahukan bahwa saya dipindahkan tugaskan ke bagian keuangan sebagai asisten bendahara. Detak jantung tetiba cepat, badan jadi lemas dan gemetar.

Di bagian keuangan, saya belajar arti kerjasama tim yang begitu apik. Pembagian tugas merata, saling melengkapi dan sama-sama saling belajar jika ada yang tidak kami ketahui. Ini juga menjadi posisi terakhir dari pengabdian saya sebagai bagian dari keluarga besar Praja Wibawa, Satpol PP dan WH kota Banda Aceh.

Secara tak langsung, orang-orang yang saya jumpai di satpol berkontribusi dalam kelulusan CPNS 2018. Seperti halnya meyakinkan saya bahwa saya bisa, ada do'a yang diselipkan saat tahap per tahap seleksi selesai saya ikuti dan (terkadang) selepas jam kantor saya dengan sesama rekan kantoran mencoba menjawab beberapa pertanyaan melalui aplikasi CAT.

Terimakasih saya ucapkan, mohon maaf atas segala kesalahan, semoga tetap jaya dan semakin jaya. Salam, Praja Wibawa!!

Suasana apel Pagi. Maaf.... saya termasuk orang yang paling jarang apel.. ckck

Usai ng-MC prosesi Uqubat Cambuk, jumpa Ustadz Erick yang lagi syuting tuk TV One

2 komentar:

  1. Selamat teem, sukses teruss, btw suami kami bediri dimananya tu poto?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Entah.. coba di glip-glip aja, siapa tw nampak keberadaannya... haha

      Tq...

      Hapus

Instagram